Bisa dibilang hampir mustahil seseorang bisa bertahan hidup saat disambar petir. Apalagi tepat di kepalanya dan mencabik-cabik pakaian yang dikenakan! Namun tidak dengan pria ini. Karena kuasa Tuhan ia tetap bisa selamat dan bertahan.
Ceritanya sebagaimana dilansir oleh detik.com, Jum'at (29/5/2015) saat itu Ryan Cross dan rekan-rekannya sedang menghabiskan libur akhir pekan dengan berkemah di hutan dekat Idaho City. Mereka juga membawa serta mobil ATV agar bisa menjelajah hutan dan perbukitan di sekitarnya. Di tengah perjalanan, turun hujan deras disertai angin dan petir.
Turun dari ATV, mereka pun bergegas mencari tempat berteduh di hutan. Malang, ketika Ryan bersandar di bawah sebatang pohon dan mencoba membuka aplikasi peta di ponselnya untuk navigasi, ia malah tersambar petir yang tepat mengenai bagian atas kepalanya.
Ryan tak sadarkan diri. Sedangkan dua orang temannya tersambar petir secara tidak langsung sehingga yang satu pingsan dan satunya lagi mengaku kedua telinganya berdenging hebat. Beruntung salah seorang dari mereka bisa berlari ke jalan besar dan mengibar-ngibarkan bendera kecil dari ATV untuk mencari pertolongan. Sebuah SUV lewat dan menghampiri mereka, serta memanggilkan bantuan.
Pria berusia 34 tahun itu akhirnya bisa dilarikan ke rumah sakit terdekat, yakni RS Saint Alphonsus dan langsung mendapatkan perawatan intensif karena pendarahan di otaknya. Saat itu pakaian Ryan sudah dalam keadaan tercabik-cabik, bahkan masih panas ketika disentuh.
Kemudian salah seorang staf rumah sakit kemudian menghubungi istri Ryan, Heather. "Saya tak punya banyak informasi, yang pasti suami Anda tersambar petir," katanya.
Mendengar hal itu, Heather bergegas menuju rumah sakit yang jaraknya sejauh 35 km dari rumahnya di Nampa, dengan membawa serta kedua anaknya. "Itu adalah perjalanan terpanjang dalam seumur hidup saya dan saya tak tahu apa yang akan saya temui nantinya," kisahnya kepada KTVB.com dan dikutip pada Jumat (29/5/2015).
Sesampainya di rumah sakit, Heather melihat suaminya terbaring tak berdaya dengan ruam besar berwarna merah membelah perut Ryan secara vertikal, dari leher hingga ke pinggangnya.
Sementara ini dokter belum mengetahui dampak jangka panjang yang didapat Ryan setelah insiden itu. Akan tetapi ia kini sudah berada dalam masa pemulihan, meski harus tetap didampingi saat makan maupun berjalan. Kondisi rekan-rekan juga membaik.
Menurut sebuah penelitian yang pernah dilakukan situs ramalan cuaca, AccuWeather.com beberapa waktu lalu, 82 persen korban tewas akibat tersambar petir dialami oleh pria. Alasannya lebih dipengaruhi oleh naluri dan perilaku pria saat berada dalam bahaya.
"Pria cenderung terlalu berani ambil risiko saat terjadi badai petir. Misalnya saat olahraga di luar ruangan lalu ada petir, pria lebih jarang buru-buru berteduh," ungkap John Jensenius dari National Weather Service,
Di Amerika sendiri, peluang seseorang tersambar petir tergolong langka, yakni 1 dari 700.000 orang tiap tahunnya.
Sumber Berita: detik.com
Ceritanya sebagaimana dilansir oleh detik.com, Jum'at (29/5/2015) saat itu Ryan Cross dan rekan-rekannya sedang menghabiskan libur akhir pekan dengan berkemah di hutan dekat Idaho City. Mereka juga membawa serta mobil ATV agar bisa menjelajah hutan dan perbukitan di sekitarnya. Di tengah perjalanan, turun hujan deras disertai angin dan petir.
Turun dari ATV, mereka pun bergegas mencari tempat berteduh di hutan. Malang, ketika Ryan bersandar di bawah sebatang pohon dan mencoba membuka aplikasi peta di ponselnya untuk navigasi, ia malah tersambar petir yang tepat mengenai bagian atas kepalanya.
Ryan tak sadarkan diri. Sedangkan dua orang temannya tersambar petir secara tidak langsung sehingga yang satu pingsan dan satunya lagi mengaku kedua telinganya berdenging hebat. Beruntung salah seorang dari mereka bisa berlari ke jalan besar dan mengibar-ngibarkan bendera kecil dari ATV untuk mencari pertolongan. Sebuah SUV lewat dan menghampiri mereka, serta memanggilkan bantuan.
Pria berusia 34 tahun itu akhirnya bisa dilarikan ke rumah sakit terdekat, yakni RS Saint Alphonsus dan langsung mendapatkan perawatan intensif karena pendarahan di otaknya. Saat itu pakaian Ryan sudah dalam keadaan tercabik-cabik, bahkan masih panas ketika disentuh.
Kemudian salah seorang staf rumah sakit kemudian menghubungi istri Ryan, Heather. "Saya tak punya banyak informasi, yang pasti suami Anda tersambar petir," katanya.
Mendengar hal itu, Heather bergegas menuju rumah sakit yang jaraknya sejauh 35 km dari rumahnya di Nampa, dengan membawa serta kedua anaknya. "Itu adalah perjalanan terpanjang dalam seumur hidup saya dan saya tak tahu apa yang akan saya temui nantinya," kisahnya kepada KTVB.com dan dikutip pada Jumat (29/5/2015).
Sesampainya di rumah sakit, Heather melihat suaminya terbaring tak berdaya dengan ruam besar berwarna merah membelah perut Ryan secara vertikal, dari leher hingga ke pinggangnya.
Sementara ini dokter belum mengetahui dampak jangka panjang yang didapat Ryan setelah insiden itu. Akan tetapi ia kini sudah berada dalam masa pemulihan, meski harus tetap didampingi saat makan maupun berjalan. Kondisi rekan-rekan juga membaik.
Menurut sebuah penelitian yang pernah dilakukan situs ramalan cuaca, AccuWeather.com beberapa waktu lalu, 82 persen korban tewas akibat tersambar petir dialami oleh pria. Alasannya lebih dipengaruhi oleh naluri dan perilaku pria saat berada dalam bahaya.
"Pria cenderung terlalu berani ambil risiko saat terjadi badai petir. Misalnya saat olahraga di luar ruangan lalu ada petir, pria lebih jarang buru-buru berteduh," ungkap John Jensenius dari National Weather Service,
Di Amerika sendiri, peluang seseorang tersambar petir tergolong langka, yakni 1 dari 700.000 orang tiap tahunnya.
Sumber Berita: detik.com
0 Comments